Dengandemikian, jika tubuh atau pakaian kita terkena najis, maka sebaiknya tidak berteduh atau istirahat di dalam masjid. Karena jika sampai mengotori masjid, maka hukumnya haram. Jika tidak mengotori masjid, maka tidak haram hanya saja kita dinilai sebagai orang yang tidak menghormati kemuliaan dan keagungan masjid.
a Najishukmiyah, yaitu najis yang kita yakini adanya akan tetapi tidak nyata dzat, bau, rasa maupun warnanya, seperti air kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang terkena najis. b. Najis 'ainiyah, yaitu najis yang masih terdapat dzat atau
Jikakeputihan adalah najis, maka pakaian yang terkena keputihan tidak boleh digunakan untuk shalat. Sebaliknya jika keputihan adalah suci, pakaian yang terkena cairan tersebut boleh digunakan untuk shalat. Jawabannya adalah ruthubah al-farj tersebut tetap dihukumi suci dan tidak membatalkan wudhu. Karena al-yaqin laa yuzaalu bi al-syakk
Jikaseseorang buang air kecil dengan berdiri, lalu ia meyakini bahwa sebagian air kencingnya mengenai pakaiannya, maka ia wajib mencuci titik yang terkena najis, tidak cukup hanya dipercikkan atau diusap pada tempat najisnya tersebut, yang diwajibkan adalah mencucinya dengan mengguyurkan air di atasnya. Jika seseorang merasa ragu-ragu apakah
Jikapakaiannya terkena najis, sementara dia tidak memiliki air untuk membersihkannya, maka dia shalat dengan telanjang, dan tidak perlu diulang. Dia tidak boleh shalat dengan pakaian najis sama sekali. (al-Umm, 1/57) Ketiga, jika najisnya kurang dari ¾ pakaiannya, dia shalat dengan memakai baju najis. Dan jika melebihi ¾ dari pakaiannya maka
Yaitupakaian atau bejana yang terkena jilatan anjing atau babi. 4. Najis yang dimaafkan (najis Ma'fu), Najis yang sulit dikenal maka dapat dimaafkan meskipun ia tidak di cuci, misalnya; kaki dan ujung celana atau sarung yang terkena basa dan tidak dapat diamati najis atau bukan. Pengertian, Macam-Macam Hadas.
kQ4cf91. Secara bahasa najis berarti segala sesuatu yang dianggap kotor meskipun suci. Bila berdasarkan arti harfiah ini maka apa pun yang dianggap kotor masuk dalam kategori barang najis, seperti ingus, air ludah, air sperma dan lain sebagainya. Sedangkan secara istilah ilmu fiqih najis adalah segala sesuatu yang dianggap kotor yang menjadikan tidak sahnya ibadah shalat lihat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kaasyifatus Sajaa [Jakarta Darul Kutub Islamiyah 2008], hal. 72. Di dalam fiqih najis dikelompokkan dalam 3 kategori, yakni najis mukhaffafah, najis mutawassithah, dan najis mughalladhah. Sebagaimana ditulis oleh para fuqaha dalam kitab-kitabnya, salah satunya oleh Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safiinatun Najaa فصل النجاسات ثلاث مغلظة ومخففة ومتوسطةالمغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع احدهما والمخففة بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين والمتوسطة سائر النجاسات Artinya“Fashal, najis ada tiga macam mughalladhah, mukhaffafah, dan mughalladhah adalah najisnya anjing dan babi beserta anakan salah satu dari keduanya. Najis mukhaffafah adalah najis air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu dan belum sampai usia dua tahun. Sedangkan najis mutawassithah adalah najis-najis lainnya.” Untuk lebih rincinya perihal apa saja yang termasuk barang najis—terutama najis mutawassithah—silakan baca artikel berjudul "Mengenal Barang-barang Najis menurut Fiqih". . Ketiga kategori najis tersebut masing-masing memiliki cara tersendiri untuk menyucikannya. Namun sebelum membahas lebih jauh tentang bagaimana cara menyucikan ketiga najis tersebut perlu diketahui istilah “najis ainiyah” dan “najis hukmiyah” terlebih dahulu. Najis ainiyah adalah najis yang memiliki warna, bau dan rasa. Sedangkan najis hukmiyah tidak ada lagi adalah najis yang tidak memiliki warna, bau, dan rasa. Dengan kata lain najis ainiyah adalah najis yang masih ada wujudnya, sedangkan najis hukmiyah adalah najis yang sudah tidak ada wujudnya namun secara hukum masih dihukumi najis. Pengertian ini akan lebih jelas pada pembahasan tata cara menyucikan najis. Adapun tata cara menyucikan najis sebagai berikut 1. Najis mughalladhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum dibasuh dengan air mesti dihilangkan terlebih dulu ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum hukmiyah najisnya masih ada di tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air. Untuk benar-benar menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan pada tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebih utama dibanding cara lainnya. Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh. Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh. 2. Najis mukhaffafah yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke tempat yang terkena najis. Cara memercikkan air ini harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai untuk menyucikan harus mengalir. 3. Najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ainiyah-nya. Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus, bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai. Ini berarti najis ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa adalah najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada dengan tidak adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering baru kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan menyiramkan air bisa cukup di area najis saja, dan sudah dianggap suci meski air menggenang atau meresap ke dalam. Selanjutnya kita bisa mengelapnya lagi agar lantai kering dan tak mengganggu orang. Mengetahui macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap Muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya. Wallahu a’lam. Yazid Muttaqin
sesuai sunah adalah buang air kecil dengan duduk, namun jika seseorang kencing dengan berdiri maka tidak masalah selama aman dan najisnya tidak mengenai pakaian dan tubuhnya. Jika seseorang buang air kecil dengan berdiri, lalu ia meyakini bahwa sebagian air kencingnya mengenai pakaiannya, maka ia wajib mencuci titik yang terkena najis, tidak cukup hanya dipercikkan atau diusap pada tempat najisnya tersebut, yang diwajibkan adalah mencucinya dengan mengguyurkan air di atasnya. Jika seseorang merasa ragu-ragu apakah pakaiannya terkena kencing atau tidak, maka ia tidak wajib mencucinya; karena hukum asalnya adalah pakaiannya suci sampai ia merasa yakin betul bahwa pakaiannya terkena najis. Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ berkata “Jika anda merasa yakin bahwa ada tetesan air kencing maka anda wajib beristinja’ dan berberwudu setiap kali mau shalat dan mencuci titik yang terkena najis tersebut. Adapun jika masih merasa ragu-ragu maka tidak perlu mencucinya, dan hendaknya berpaling dari yang meragukan sehingga tidak terkena was-was”. Fatawa Lajnah Daimah lil Ifta’ 5/106 Jika seseorang bertanya tentang hal yang bermanfaat baginya dalam urusan agamanya, maka hal ini bukanlah aib dan juga bukan was-was bahkan hal itu merupakan upaya mencapai kesempurnaan dan berusaha mendapatkan kebaikan. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk setiap kebaikan karena Dia-lah Yang Maha Kuasa akan hal tersebut. Wallahu A’lam.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali seorang Muslim bersinggungan dengan barang-barang yang dianggap oleh fiqih sebagai barang najis, yang apabila barang najis ini mengenai sesuatu yang dikenakannya akan berakibat hukum yang tidak sepele. Batalnya shalat dan menjadi najisnya air yang sebelumnya suci adalah sebagian dari akibat terkenanya barang najis. Sejatinya tidak setiap apa yang terkena najis secara otomatis menjadi najis yang tak termaafkan. Di dalam fiqih mazhab Syafi’i ada beberapa barang najis yang masih bisa dimaafkan dan ada juga yang sama sekali tidak bisa dimaafkan. Dalam fiqih, najis yang bisa dimaafkan dikenal dengan istilah “ma’fu”. Syekh Nawawi Banten di dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ memaparkan empat kategori najis dilihat dari segi bisa dan tidaknya najis tersebut dimaafkan. Beliau menuturkan sebagai berikut Pertama قسم لا يعفى عنه في الثوب والماء “Najis yang tidak dimaafkan baik ketika mengenai pakaian maupun ketika mengenai air.” Termasuk najis dalam kategori ini adalah umumnya barang-barang najis yang dikenal secara umum oleh masyarakat. Seperti air kencing, kotoran manusia dan binatang, darah, bangkai dan lain sebagainya. Apabila najis-najis ini mengenai pakaian atau air maka tidak dimaafkan. Pakaiannya menjadi najis dan harus disucikan sebagaimana mestinya. Airnya juga menjadi air najis yang tidak dapat lagi digunakan untuk bersuci atau keperluan lain yang membutuhkan air suci. Kedua قسم يعفى عنه فيهما “Najis yang dimaafkan baik ketika mengenai air maupun ketika mengenai pakaian.” Yang masuk dalam kategori ini adalah najis yang sangat kecil sehingga tidak terlihat oleh mata yang normal. Sebagai contoh adalah ketika seseorang buang air kencing dengan tanpa benar-benar melepas pakaiannya bisa jadi ada cipratan dari air kencingnya yang sangat lembut yang tidak terlihat mata mengenai celana atau pakaian lain yang dikenakan. Bila pakaian ini digunakan untuk shalat maka shalatnya dianggap sah karena najis yang mengenai pakaiannya masuk pada kategori najis yang dimaafkan. Ketiga قسم يعفى عنه في الثوب دون الماء “Najis yang dimaafkan ketika mengenai pakaian namun tidak dimaafkan ketika mengenai air.” Barang najis yang masuk dalam kategori ini adalah darah dalam jumlah yang sedikit. Darah yang sedikit volumenya bila mengenai pakaian maka dimaafkan najisnya. Bila pakaian itu dipakai untuk shalat maka shalatnya masih dianggap sah. Sebaliknya bila darah ini mengenai air tidak bisa dimaafkan najisnya meski volumenya hanya sedikit. Air yang terkena darah ini bila volumenya kurang dari dua qullah dihukumi najis meski tidak ada sifat yang berubah, sedangkan bila volumenya memenuhi dua qullah atau lebih maka dihukumi najis bila ada sifatnya yang berubah. Dengan demikian air yang menjadi najis karena terkena darah yang sedikit ini tidak bisa digunakan untuk bersuci atau keperluan lain yang memerlukan air yang suci. Lalu bagaimana ukuran darah bisa dianggap sedikit atau banyak? Syekh Syihab Ar-Romli seagaimana dikutip oleh Syekh Nawawi Banten menuturkan bahwa ukuran sedikit dan banyak itu berdasarkan adat kebiasaan. Noda yang mengenai sesuatu dan sulit untuk menghindarinya maka disebut sedikit. Yang lebih dari itu disebut banyak. Namun ada juga yang berpendapat bahwa yang disebut banyak itu seukuran genggaman tangan, seukuran lebih dari genggaman tangan, atau seukuran lebih dari satu kuku lihat Muhammad Nawawi Al-Jawi, Kâsyifatus Sajâ [Jakarta Darul Kutub Islamiyah, 2008], hal. 84. Keempat قسم يعفى عنه في الماء دون الثوب “Najis yang dimaafkan ketika mengenai air namun tidak dimaafkan ketika mengenai pakaian.” Yang termasuk dalam kategori ini adalah bangkai binatang yang tidak memiliki darah pada saat hidupnya. Seperti nyamuk, kecoak, semut, kutu rambut dan lain sebagainya. Bangkai binatang-binatang ini bila mengenai air dimaafkan najisnya. Namun bila mengenai pakaian maka tidak dimaafkan najisnya. Sebagai contoh bila Anda melakukan shalat dan melihat di pakaian yang Anda kenakan ada semut yang mati maka shalat Anda batal bila tak segera membuang bangkai semut tersebut. Ini karena bangkai binatang yang tak berdarah tidak bisa dimaafkan najisnya bila mengenai pakaian. Masalah ini perlu diketahui oleh setiap muslim mengingat sangat sering bersinggungan dalam kehiduan sehari-hari terlebih memberikan dampak pada sah tidaknya ibadah yang dilakukan. Wallahu a’lam. Yazid Muttaqin
Ragu-Ragu Terkena Sesuatu yang Najis, Bagaimana Hukumnya? Foto Berwudhu. Ilustrasi - Di antara keistimewaan Islam adalah bahwa agama ini datang untuk menghilangkan kesempitan dan kesusahan dari manusia. Isam tidak membebani seseorang untuk bertanya tentang kesucian atau kenajisan suatu benda apabila dia tidak mengetahuinya, hal ini berdasarkan prinsip bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu suci. Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam kitab Panduan Shalat An-Nisaa menjelaskan apabila seseorang terkena benda yang lembab pada malam hari tanpa mengetahui hakikatnya, maka dia tidak dibebani untuk mencium atau mengenali benda itu. Diriwayatkan bahwa Sayyidina Umar bin Khattab melewati sebuah jalan pada suatu hari. Tiba-tiba dia kejatuhan sesuatu dari talang rumah. Ketika itu Sayyidina Umar ditemani oleh seorang rekannya. Rekan Sayyidina Umar itu berkata, "Wahai pemilik talang! Airmu ini suci atau najis?". Sayyidina Umar pun berkata, "Wahai pemilik talang, jangan beri tahu kami. Sungguh, kita telah dilarang untuk menyusahkan diri,". Begitu pula apabila seseorang terkena debu jalanan maka dia tetap suci dan tidak perlu menyusahkan dirinya sendiri. Dia telah dimaafkan karena hal ini menimpa semua orang. Kumail bin Ziyad berkata, "Aku melihat Sayyidina Ali berlumuran lumpur hujan, lalu dia masuk ke dalam masjid mengerjakan sholat tanpa mencuci kedua kakinya,". Abdullah bin Mas'ud berkata, "Kami dulu mengerjakan sholat bersama Nabi Muhammad SAW dan tidak berwudhu karena kotoran yang kami injak,". HR Thabrani. Abu Umamah berkata, "Rasulullah SAW tidak berwudhu karena kotoran yang beliau injak,". Artinya, beliau tidak mengulangi wudhu karena kaki beliau terkena kotoran. Dengan demikian, yang dimaksud di sini adalah wudhu yang dikenal dalam syariat. Tetapi ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wudhu secara etimologis, sehingga maknanya beliau tidak membasuk kaki beliau karena terkena debu jalanan dan sebagainya.
Pengertian Najis – Agama Islam memiliki beberapa ketetapan-ketetapan dalam hal ibadah, aqidah, dan syariah. Salah satu aturan dalam beribadah untuk umat muslim adalah suci dari hadas hadas besar dan hadas kecil. Oleh karena itu, sebelum melakukan ibadah wajib atau pun ibadah sunnah, umat muslim harus benar-benar menyucikan diri dari najis dan kotoran. Salah satu ibadah wajib umat muslim adalah Shalat. Shalat sebagai tiang agama sangat berperan penting dalam menjaga keimanan umat muslim serta menegakkan agama Islam. Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW. “Shalat adalah tiang agama, barang siapa mendirikan Shalat maka sungguh ia telah menegakkan agama Islam. Dan barang siapa meninggalkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama Islam itu.” HR. Baihaqi. Ibadah Shalat sebagai tiang agama Islam sumber iStock Photo Shalat tidak akan sah apabila belum suci dari najis dan kotoran. Inilah mengapa pengetahuan mengenai najis dalam Islam adalah penting untuk diketahui. Melalui artikel berikut akan dijelaskan secara komprehensif mulai dari pengertian najis, pentingnya menyucikan diri dari najis, macam-macam najis, contoh najis, hingga cara menyucikannya. Terus simak selengkapnya pada pembahasan berikut agar tak ketinggalan informasinya, ya! Selamat membaca! Pengertian Najis1. Menurut Bahasa Arab2. Menurut Para Alim Ulama Syafi’iyah3. Menurut Al MalikiyahContoh-Contoh Najis1. Bangkai Makhluk Hidup2. Air Liur Anjing3. Darah4. Nanah5. Babi6. Khamr atau Minuman KerasMacam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya1. Najis MukhaffafahCara Membersihkan Najis MukhaffafahMenggunakan Percikan AirMandi dan BerwudhuMencuci Dengan Sabun2. Najis Mutawassithaha. Najis Ainiyahb. Najis Hukmiyah3. Najis Mughalladah4. Najis Ma’fuKesimpulan Islam sangat menganjurkan umatnya agar menjaga kebersihan, kesucian, dan kesehatan. Karena lingkungan yang kotor adalah sarang penyakit. Selain kebersihan diri sendiri, Islam juga berseru kepada umatnya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Kebersihan yang terjaga akan berdampak pula pada aktivitas ibadah yang menjadi lebih khusyuk dan tenang. Seperti diriwayatkan dalam Al-Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 6. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan Shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air kakus atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik bersih; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” Najis sangat berpengaruh terhadap ibadah yang kita kerjakan sumber iStock Photo Terdapat banyak pendapat yang dikemukakan berkaitan dengan pengertian najis, berikut akan dijabarkan beberapa. 1. Menurut Bahasa Arab Najis secara literal dan dalam bahasa arab Al Qadzarah memiliki makna segala sesuatu yang bersifat kotor’. 2. Menurut Para Alim Ulama Syafi’iyah Menurut para alim ulama ahli bidang Fiqih yang tertuang dalam buku Riyadhul Badi’ah hal 26, najis adalah segala sesuatu yang kotor serta dapat mencegah keabsahan Shalat membatalkan Shalat. 3. Menurut Al Malikiyah Al Malikiyah mendefinisikan najis sebagai sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari suatu kebolehan melakukan Shalat bila terkena atau berada di dalamnya. Sederhananya, najis adalah kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian kita dan menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan salah satu contoh dari ibadah tersebut adalah Shalat. Mengingat bahwa najis dan kotoran dapat menyebabkan batalnya ibadah, maka Islam mewajibkan untuk membersihkan diri kita terlebih dahulu sebelum melakukan ibadah. Sesuai yang tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al Muddatstsir ayat 4. “Dan bersihkanlah pakaianmu!” Sesuai firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al Muddatstsir ayat 4 di atas, dapat dipahami bahwa jika kita ingin ibadah yang dilakukan diterima oleh Allah SWT maka wajib membersihkan diri dari najis dan kotoran terlebih dahulu. Kewajiban membersihkan najis juga diperjelas dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 222. “Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” Contoh-Contoh Najis Islam mendefinisikan najis ke dalam beberapa tingkatan, yaitu ringan, sedang, dan berat. Berikut akan disebutkan apa saja hal yang digolongkan sebagai najis. Silakan disimak! 1. Bangkai Makhluk Hidup Bangkai makhluk hidup dapat dikategorikan sebagai najis. Semua bangkai adalah najis kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang. Sesuai yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Maimunah “Dari Ibnu Abbas dari Maimunah bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang bangkai tikus yang jatuh ke dalam lemak minyak samin. Maka Beliau menjawab, “Buanglah bangkai tikus itu dan apa pun yang ada di sekitarnya. Lalu makanlah lemak kalian.”” HR. Al Bukhari. 2. Air Liur Anjing Bagian tubuh anjing yang termasuk najis adalah air liurnya. Terdapat hadis dalam Islam yang memperkuat bahwa air liur anjing dikategorikan sebagai najis. Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Rasulullah SAW “Bersihkan bejana atau wadah kalian yang telah dijilat anjing dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan debu.” Terdapat hadis lain yang diriwayatkan pula oleh Abu Hurairah ra sesuai sabda Rasulullah SAW “Jika anjing menjilat salah satu bejana kalian, maka buanglah isinya dan cucilah sebanyak tujuh kali”. Selain dua hadis di atas, riset ilmiah juga membuktikan bahwa air liur anjing mengandung banyak bakteri dan virus sehingga dapat membahayakan manusia dan sekitarnya. Itulah mengapa diharuskan untuk membersihkan dan menyucikan sesuatu yang terkena air liur dari anjing misalnya bekas jilatan anjing. 3. Darah Bukti bahwa darah dapat digolongkan menjadi najis tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al An’am ayat 145. “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adalah rijs” QS. Al An’am ayat 145. Rijs seperti yang disebutkan pada ayat di atas memiliki pengertian najis dan kotor. Darah yang termasuk sebagai najis adalah darah haid. Selain itu, di kalangan ulama masih terdapat perbedaan pendapat mengenai darah manusia dapat digolongkan sebagai najis atau tidak. Beberapa ulama seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Ibnu Arabi, Al Qurthubi, An Nawawi, Ibnu Hajar, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa darah manusia itu najis. Namun terdapat pengecualian pada darah syuhada dan darah yang hanya sedikit dapat ditolerir sebagai tidak najis. Sedangkan ulama lainnya yaitu Asy Syaukani, Al Albani, Shiddiq Hasan Khan, dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berpendapat bahwa darah manusia tidaklah najis. Abu Hurairah ra meriwayatkan pula sebuah hadis dari sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya seorang Mukmin tidak menajisi” HR. Bukhari nomor 285, Muslim nomor 371 Hadis di atas menjadi salah satu landasan bahwa darah manusia kecuali darah haid adalah suci dan tidak menyebabkan najis. 4. Nanah Banyak pendapat yang mengemukakan bahwa nanah adalah turunan dari darah. Hal tersebut karena nanah sejatinya merupakan sel darah putih yang telah mati dan bercampur dengan bakteri. Sehingga para ulama banyak yang bersepakat jika nanah yang keluar dari tubuh tergolong najis. Kitab Al Mughni meriwayatkan “Nanah adalah segala turunan darah, hukumnya seperti darah.” 5. Babi Sama seperti hukum Islam yang berlaku terhadap anjing, maka babi juga dianggap najis. Najis dari anjing dan babi dikelompokkan ke dalam najis berat. 6. Khamr atau Minuman Keras Belum banyak yang tahu jika selain haram, khamr atau minuman keras yang dapat memabukkan adalah najis. Namun, khamr dikatakan najis bukan karena kandungan yang terdapat di dalamnya, tetapi karena efek dari khamr yang dapat membuat seseorang mabuk dan kehilangan kesadaran. Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, terdapat contoh najis lainnya, yaitu muntah, semua yang keluar melalui qubul dan dubur, serta bagian anggota tubuh binatang yang dipotong ketika masih hidup. Macam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya Pentingnya mempelajari macam-macam najis dalam Islam sumber iStock Photo Menurut Fiqih, najis dalam Islam dikelompokkan menjadi 3 tiga macam berdasarkan tingkatannya, yaitu Najis Mukhaffafah ringan, Najis Mutawassitah sedang, dan Najis Mughalladah berat. Nah, pada bagian kali ini kita akan membahas mengenai macam-macam najis tersebut. Terus simak ya! 1. Najis Mukhaffafah Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan usia kurang dari 2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum air susu ibu, belum mengonsumsi makanan jenis lainnya. Selain itu, contoh selanjutnya dari najis ringan adalah madzi air yang keluar dari lubang kemaluan akibat rangsangan yang keluar tanpa memuncrat. Cara Membersihkan Najis Mukhaffafah Cara membersihkan najis ini tergolong cukup mudah. Karena termasuk ke dalam najis ringan, maka hanya perlu dibersihkan dengan cara yang singkat. Menggunakan Percikan Air Cara membersihkan najis ringan yang pertama yaitu dengan percikan air ke area tubuh, pakaian, atau tempat yang terkena najis mukhaffafah. Lalu diikuti dengan mengambil wudhu. Maksud dari percikan air yang disebutkan sebelumnya yaitu air mengalir yang membasahi seluruh tempat yang terkena najis. Dan air tersebut harus lebih banyak dibandingkan najisnya misal air kencing bayinya. Misalnya yang terkena najis mukhaffafah adalah pakaian, maka ketika pakaian tersebut telah diperciki air, maka selanjutnya dapat langsung dijemur dengan dikeringkan di bawah sinar matahari seperti biasa. Mandi dan Berwudhu Apabila yang terkena najis mukhaffafah adalah anggota tubuh, maka jika yang terkena sedikit bisa disucikan dengan berwudhu. Namun, jika yang terkena najis adalah banyak, maka Islam menganjurkan untuk mandi agar najis tersebut benar-benar hilang. Mencuci Dengan Sabun Cara terakhir untuk bersuci dari najis mukhaffafah adalah mencuci yang terkena najis misalnya anggota tubuh dengan sabun hingga tidak berbau lalu dilanjutkan dengan berwudhu. 2. Najis Mutawassithah Najis Mutawassithah termasuk ke dalam najis sedang. Contoh dari najis sedang ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia atau binatang terkecuali air mani. Selain itu, contoh lainnya adalah khamr atau minuman keras dan susu hewan dari binatang yang tidak halal untuk dikonsumsi. Bangkai makhluk hidup kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang juga digolongkan sebagai najis mutawassithah. Najis mutawassithah dibedakan kembali menjadi dua jenis, yaitu Najis Ainiyah dan Najis Hukmiyah. a. Najis Ainiyah Secara sederhana, najis ainiyah adalah najis yang masih ada wujudnya. Najis ini dapat terlihat rupanya, dapat tercium baunya, serta dapat dirasakan rasanya. Contoh dari najis ainiyah adalah air kencing yang masih terlihat dengan jelas wujud dan baunya. Cara untuk membersihkan najis ainiyah adalah dengan tiga kali mencuci menggunakan air lalu ditutup dengan menyiram lebih banyak pada bagian yang terkena najis. b. Najis Hukmiyah Sedangkan jenis najis sedang lainnya yaitu najis hukmiyah. Najis hukmiyah adalah najis yang tidak bisa dilihat rupanya, tidak berbau, dan tidak ada rasa. Contoh najis hukmiyah adalah air kencing bayi yang telah mengering sehingga tidak meninggalkan bekas apa pun baik dari segi rupa yang tidak terlihat oleh mata dan tidak berbau. Contoh lain dari najis ini adalah air khamr yang telah mengering. Cara membersihkan najis hukmiyah yaitu cukup dengan menggunakan air mengalir dengan volume yang lebih besar daripada najis tersebut. 3. Najis Mughalladah Najis mughalladah merupakan najis berat. Jenis najis ini adalah yang paling berat dan membutuhkan penanganan khusus untuk menyucikannya. Yang termasuk ke dalam najis mughalladah adalah anjing, babi, dan darah. Apabila bagian tubuh atau pakaian tersentuh oleh babi, terkena air liur dari anjing, atau terkena darah baik secara sengaja atau pun tidak disengaja, maka termasuk dari najis berat. Cara untuk membersihkan najis ini cukup rumit. Cara yang dapat dilakukan untuk bersuci yaitu dengan membasuh bagian yang terkena najis sebanyak tujuh kali salah satu dari ketujuh basuhan tersebut dengan menggunakan air yang tercampur dengan debu atau tanah, lalu disusul dengan membasuhnya menggunakan air. Namun, sebelum dibersihkan menggunakan air, najis mughalladah yang mengenai tubuh atau pakaian harus benar-benar hilang wujudnya terlebih dahulu. 4. Najis Ma’fu Jenis najis yang terakhir yaitu najis ma’fu. Sederhananya, najis ini adalah najis yang dimaafkan. Najis ma’fu dapat ditolerir sehingga yang terkena najis jenis ini dapat mengabaikan untuk membasuh atau mencuci. Contoh dari najis ma’fu adalah najis kecil yang tidak kasat mata seperti ketika kita buang air kecil tanpa melepas seluruh pakaian yang menempel di badan, secara tidak sengaja mungkin ada sedikit sekali percikan air kencing tersebut yang mengenai pakaian. Nah, maka hal tersebut ditolerir sehingga tidak perlu bersuci. Karena sesungguhnya agama Islam adalah agama yang tidak memberatkan umatnya. Oleh karena itu, terdapat jenis najis yang dapat ditolerir. Ibadahnya shalat dan membaca Al-Qur’an umat muslim yang secara tidak sengaja terkena najis ma’fu tetap dianggap sah dan tidak batal. Kesimpulan Dalam agama Islam, sesuatu yang dianggap kotoran dan harus dihindari untuk terkena pada pakaian atau tubuh karena dapat membatalkan ibadah disebut dengan najis. Sederhananya, najis adalah kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian kita dan menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan salah satu contohnya adalah shalat. Sesuatu yang terkena najis harus segera disucikan. Cara menyucikan diri disebut dengan thaharah. Thaharah memiliki kedudukan yang utama dalam ibadah. Karena keabsahan sebuah ibadah yang dilakukan oleh umat muslim juga bergantung dari thaharah. Apabila seseorang menunaikan Shalat saat masih ada setetes najis yang ada di tubuhnya, maka ibadahnya dianggap tidak sah dan batal. Najis digolongkan menjadi tiga jenis sesuai dengan tingkatannya. Yang pertama yaitu najis mukhaffafah atau najis ringan, najis mutawassithah atau najis sedang, najis mughalladah atau najis berat, dan najis ma’fu atau najis yang dapat dimaafkan tanpa perlu bersuci. Contoh-contoh najis yaitu air liur anjing, babi, darah, air kencing bayi laki-laki di bawah usia dua tahun, darah, nanah, khamr, segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, hingga bangkai makhluk hidup kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang. Baca Juga Macam-macam Sujud dan Doanya Doa-doa Nabi Sulaiman Doa Ziarah Kubur Doa dan Tata Cara Tayamum Doa dan Tata Cara Sholat Jenazah Doa dan Tata Cara Sholat Tahajud Nah, cukup sampai sekian pembahasan kali ini mengenai macam-macam najis. Kalian telah mengetahui secara detail mulai dari pengertian najis, contoh, jenis, hingga cara membersihkannya. Jangan lupa baca dan ikuti terus artikel-artikel terbaru terbitan Gramedia karena akan ada topik menarik dan up to date yang akan dibahas. Sampai jumpa! Judul Buku Kena Najis, Bersihkan Yuk! Kategori Teenlit ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
was was terkena najis atau tidak